Jika Anda menginginkan wisata dengan suasana alam yang sejuk dengan pemandangan serba hijau nan indah, bisa mengunjungi perkebunan teh di daerah Pangalengan. Berikut ini info wisata dan sejarah perkebunan teh Malabar di Pangalengan, Bandung Selatan. Untuk mencapai lokasi Perkebunan Teh Malabar, dari arah pasar Pangalengan ambil jalan terus sekitar 10 km. Setelah itu kita akan masuk pintu gerbang perkebunan Malabar.
Bosccha dan Perkebunan Teh Malabar
Perkebunan Malabar seluas 2.022 hektare ini setiap hari dapat mengolah 60.000 kilogram pucuk teh. Pemasarannya sembilan puluh persen ke luar negeri. Tenaga kerja yang terlibat mencapai 1.860 orang. Perkebunan teh Malabar telah dibuka sejak tahun 1890-an oleh Preangerplanter bernama Kerkhoven yang sebelumnya sudah membuka perkebunan teh di daerah Gambung, Ciwidey. Akan tetapi, popularitas kawasan Kebun Teh Malabar berkembang dengan pesat dan memuncak setelah Kerkhoven mengangkat sepupunya, Karel Albert Rudolf Bosscha, untuk menjadi administratur perkebunan ini pada tahun 1896.
Perkebunan Teh Malabar adalah salah satu perkebunan yang ada di Pangalengan. Pada bulan Agustus 1896, Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar. Dan pada tahun-tahun berikutnya, ia menjadi juragan seluruh perkebunan teh di Kecamatan Pangalengan. Bosscha datang ke Indonesia, dulu Hindia-Belanda, dalam usia 22 tahun pada 1887.
Mulanya, ia membantu bekerja di perkebunan teh milik pamannya, Edward Julius Kerkhoven, di Sukabumi. Pada bulan Agustus 1896, Bosscha mendirikan Perkebunan Teh Malabar dan menjabat sebagai Administratur selama 32 tahun. Selama itu, ia mendirikan dua pabrik teh dan menjadikan perkebunannya sebagai perkebunan yang maju. Bosscha menjelma menjadi “Raja Teh Priangan”.
Selama 32 tahun masa jabatannya di perkebunan teh ini, ia telah mendirikan dua pabrik teh, yaitu Pabrik Teh Malabar yang saat ini dikenal dengan nama Gedung Olahraga Gelora Dinamika dan juga Pabrik Teh Tanara yang saat ini dikenal dengan nama Pabrik Teh Malabar. Setiap jam sembilan pagi, Bosscha biasa duduk di kursi didepan rumah, berjemur sambil membaca koran sebelum mulai berkeliling mengawasi para pekerjanya
Kecelakaan Bosscha di Kebun Cikotok
Bosscha meninggal dunia di pangkuan Suminta, seorang buruh perkebunan. Ia meninggal karena terserang tetanus. Akan tetapi, bagaimana penyakit itu menjangkitinya, tak banyak yang bisa menjelaskan. Tragedi berawal dari terjerembapnya kuda tunggangan Bosscha di Kebun Cikolotok saat berjalan menuju Bukit Nini untuk mengawasi pekerjanya. Luka di kakinya terkena kotoran kuda. Dari situlah penyakit mematikan itu masuk ke tubuh Bosscha.
Tempat peristirahatan terakhir Karel Albert Rudolf Bosscha atau yang sering dikenal dengan Tuan Bosscha berada tepat di tengah-tengah perkebunan Malabar, tak jauh dari Mess Bosscha, dan Gunung Nini. Hal ini sesuai dengan pesan terakhir Bosscha yang ingin dimakamkan di tengah-tengah perkebunan. Bosscha yang lahir pada 15 Mei 1865 di Den Haag, wafat di Malabar, 26 November 1928.
Bandung dan Jasa Bosscha
Nah, selama Anda mengunjungi kedua perkebunan teh tersebut, Anda bisa mengunjungi bekas kediaman sang pendiri teropong bintang di Lembang, K. A. R. Bosscha. Beliau sangat berperan besar bagi hadirnya kebun teh Malabar. Ia juga berpean dalam membangun gedung Societeit Concordia (Gedung Merdeka), Observatorium Bosscha, dan Technische Hoogeschool (Institut Teknologi Bandung).
Bekas kediaman rumahnya yang bergaya kolonial Belanda hingga kini masih terjaga. Sebagian besar barang-barang yang ada di dalam masih asli. Rumah tersebut kini biasa digunakan pihak direksi PT Perkebunan Nusantara VIII untuk keperluan acara khusus yang biasa dilaksanakan setiap akhir pekan